Sejarah dan Nilai Filosofi Pakaian Adat Rimpu Masyarakat Bima Nusa Tenggara Barat

Authors

  • Irfan Hidayat Universitas Mataram
  • Gozin Najah Rusyada Universitas Mataram

DOI:

https://doi.org/10.57248/jishum.v3i2.519

Keywords:

rimpu, bima, budaya rimpu

Abstract

Budaya rimpu dikenal sejak Islam masuk di tanah Bima yang dibawa oleh para pemuka agama dari makassar. Budaya rimpu merupakan hasil dari kebudayaan atau kebiasaan para perempuan bima, budaya rimpu ini telah ada sejak kesultanan dan kerajaan islam berdiri di tanah Bima. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai nilai filosofi pakaian adat Rimpu kebudayaan masyarakat Bima Nusa Tenggara Barat meliputi sejarah keberadaan Rimpu, dan fungsi penggunaan Rimpu bagi masyarakat Bima. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti. Untuk penguatan penelitian, peneliti menggunakan pedoman observasi, wawancara, dan dokumentasi. Objek penelitian ini adalah budaya Rimpu di kota Bima. Validasi data dilakukan dengan kecukupan referensial dan ketekunan pengamatan. Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan menggunakan tahapan yaitu pengumpulan data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian Sejarah dan nilai filosofi pakaian adat Rimpu masyarakat Bima Nusa Tenggara Barat yaitu: Peraturan bagi perempuan untuk menutup aurat muncul setelah masuknya ajaran islam di Bima. Menutup aurat dengan menggunakan sarung tembe nggoli yang ditenun dengan sebutan Rimpu. Rimpu memiliki fungsi dalam penggunaannya yaitu sebagai identitas keagamaan, sebagai kombinasi budaya lokal dan ciri khas budaya Bima, sebagai pelindung kaum perempuan dalam berinteraksi dengan lawan jenis pada masa kolonial, dan juga sebagai pelindung terhadap lingkungan yang buruk.

Downloads

Published

2024-12-16

How to Cite

Irfan Hidayat, & Gozin Najah Rusyada. (2024). Sejarah dan Nilai Filosofi Pakaian Adat Rimpu Masyarakat Bima Nusa Tenggara Barat. Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora, 3(2), 219–228. https://doi.org/10.57248/jishum.v3i2.519